source. google |
Menghayati setiap jengkal ruang lingkup cakrawala
Awan-awan putih mulai berarak, layaknya kapas yang menari sesuka hati mereka
Menebar diri dengan senang hati, menghias langit biru pelindung bumi
Deburan ombak beriak-riak beriringan
Angin pantai membelai lembut setiap ruang wajah yang mulai bermandikan peluh
Kuembuskan lembut napas yang kuhirup cuma-cuma
Menggores senyum perih di atas luka yang telah lama mengaga
Kembali menghayati setiap perjalanan hidup penuh luka
Mengais masa kelam dan bahagia
Detik demi detik... ku lalui tak percuma
Meski kedua mata yang berbinar mulai tenggelam dalam air mata luka
Ketulusan sebuah cinta yang datang dari sebuah hati
Menanti sebuah pengharapan kosong sekian lama
Layaknya kapas putih yang tertiup angin tak tau arah
Mengikuti arus air di setiap jalannya
Cintaku tak berkunjung pasti
Memiliki penantian sekian tahun
Bisakah dia mengerti?
Bagaimana cara hati mencintai
Menimbun luka tak berdaya
Hanya senyum palsu yang penuh dusta
Cinta… kapan kau mengerti?
Akan ketulusan hati ini
Menanti dengan senang hati
Meski hati terus tersakiti
Hingga detik ini... tak pernah ku temui sebuah alasan
Kenapa aku begitu mencintaimu
Bahkan tak ada sepucuk kata untuk sebuah alasan
Agar hati ini bisa berhenti mencintai
Cinta yang tak abadi
Menaruh hati kepada sosok diri yang tak pasti untuk dimiliki
Aku mencintaimu secara pribadi.
[Samarinda, 2015]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar