Minggu, 28 Mei 2017

Senyum di Bibir Langit


Judul    : Senyum di Bibir Langit
Penulis : Emmy Putri W
Media   : Samarinda Pos (Sabtu, 27/Mei/2017)


Malam berlabuh dalam gulita, menyaksikan rembulan dan gemintang yang lenyap. Mengubah desiran angin dalam rintik demi rintik tangisan langit. Perlahan hujan menjadi deras, jatuh beriringan di atas jalanan yang kasar. Menghapus hari kemarin menjadi kenangan, mengukir kembali kenyataan yang masih samar karena tertutup mimpi.

Buliran hujan lainnya bergelayut di atas kaca jendela kamar, melukis gambaran abstrak yang kini menjadi temannya. Membiarkan insan lainnya terhantar lelap dalam dentingan hujan. Memilih menikmati sepertiga malam dengan perasaan aneh, namun ada tangis yang tertahan pada diri seorang gadis pemilik nama Najma Fradella Ulani.

Sebuah bingkai foto semakin erat dalam pelukan gadis itu. Perlahan buliran bening yang sedari tadi berusaha ditahan akhirnya terjatuh juga. “Ibu…,” bisiknya pada hujan di luar sana. Dengan mata berkaca-kaca Najma memandangi bingkai foto yang menampakkan dirinya sedang berdampingan bersama sang ibu sewaktu merayakan kelulusan masa SMA-nya.

Kenangan-kenangan yang mulanya terbungkus rapi kini mulai menguap ke angkasa minta diingat. Sambil hidung yang kembang kempis, bayang-bayang wajah sang ibu sudah memenuhi sepasang mata Najma. Sampai kapanpun ia sadar, bahwa restu orang tua adalah restu Allah. Dan Najma menyadari sekarang betapa beruntungnya ia mau mengikuti semua perkataan dari sang ibu.

“Bu… Najma tidak diterima di PTN.” Sambil menangis dengan hati terkoyak Najma mengadu pada sang ibu yang waktu itu sedang sibuk memasak di dapur. Ibu menghentikan kegiatannya, melepaskan apron lantas memeluk anak semata wayangnya.

Ibu mengusap cairan bening yang berkuasa di pipi apel Najma. “Nak, tidak apa-apa jika kamu tidak diterima di PTN. Mungkin keberuntunganmu bukan di sana. Tidak ada salahnya jika kamu mencoba di kesempatan yang lain, misalnya saja di kampus kesehatan. Ibu yakin kamu bisa menjadi yang terbaik.”

Masih kuat diingatan Najma perkataan sang ibu yang berhasil mengembalikan semangat anaknya. Hingga akhirnya Najma diterima di sebuah kampus kesehatan dan selama masa perkuliahan nilai yang didapatkan cukup memuaskan.
Untuk : Ibu
Bu, hari ini Najma akan yudisium kenaikan tingkat, doakan ya. Terimakasih, Bu.
Tulis Najma di ponselnya sewaktu ia akan melaksanakan yudisium kenaikan tingkat di kampusnya. Ibu pun segera membalas dengan penuh antusias. Dan yang tak pernah terlintas di benak Najma, hari itu ia menjadi juara kelas dengan nilai IP terbaik. Sambil bercucuran air mata ia menelpon ibunya, begitupun dengan ibu yang berada di sebrang telepon ikut menangis dengan hati yang berdesir.

“Nak, jangan pacaran dulu dan tetap fokus dengan kuliahmu,” pesan Ibu setiap kali Najma sedang berada di rumah. Sejak masuk kuliah Najma harus tinggal jauh dengan ibu, ia memilih ngekost dan pulang ke rumah setiap sebulan sekali atau saat masa liburan tiba.

Ibu memang tak pernah mengizinkan Najma untuk berpacaran selama ia mengenyam bangku pendidikan. Rasa iri dengan teman-teman yang bisa pacaran kadang kali menghinggapi benak Najma. Tapi, ia selalu berusaha untuk menepis dan selalu menuruti apa kata ibu. Karena ia yakin bahwa ibunya ingin yang terbaik untuknya.

“Pacaran itu adalah hal yang tidak disukai Allah, Nak. Dalam pacaran segala sesuatu yang diharamkan tiba-tiba menjadi halal. Maksudnya, menghalalkan segala sesuatu yang padahal tidak diperbolehkan,” terang ibu sambil mengusap pipi Najma yang waktu itu sedang menidurkan kepala di pangkuan ibu.

Hati Najma tiba-tiba berdesir. Pesan-pesan sederhana dari sang ibu selalu mengedap dengan baik di memori otaknya. Wanita yang sudah memasuki usia setengah abad itu selalu tahu apa yang terbaik untuk anaknya.

Najma juga masih ingat begitu perhatiannya ibu saat anaknya itu sedang menjalankan praktik di lapangan. Dalam hitungan setiap jam sms dari ibu selalu menemani. Mulai dari mengingatkan untuk makan sampai memberi semangat pada Najma.

Bagi Najma ibu adalah matahari yang selalu bersinar ditemani sosok ayah yang melengkapi sebagai langit. Jatuh bangun hidup seorang Najma akan selalu ada orang-orang hebat di dalamnya, seperti ayah dan ibu. Selain itu, kehadiran ibu dalam hidup Najma bagaikan sebuah senyuman indah yang selalu menggantung di bibir langit. Manis tapi menyimpan beribu rahasia tak terduga.

Tepat pada hari ini, adalah setahun kepergian ibu meninggalkan Najma untuk selamanya. Sebelum kepergiannya, ibu sempat berpesan. “Najma, sekarang hidup ibu sudah sempurna. Ibu sudah melihatmu bahagia dengan keluarga kecil barumu. Tetap jaga solat dan ngajimu, Nak. Karena sepeninggal ibu nanti hanya doa anak yang sholeh dan sholehah lah yang menemani.”

Najma menyeka cairan bening di ujung-ujung matanya. Ia kemudian turun dari ranjang masih dengan bingkai dalam pelukannya. Disibakknya gorden putih tulang yang ada di kamarnya, perlahan dari bibirnya terkulum sebuah senyuman.

“Ibu selalu hidup di dalam hati ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar