source. google |
Tak dipedulikannya lagi, seragam kantor dan sepatu hak tinggi yang dikenakannya. Ia terus melangkah lebar membelah hujan. Bahkan, aku yang selalu berada di sampingnya pun tak dilirik barang sedikitpun.
Sudah beberapa hari ini, kuperhatikan wajahnya memeliki beberapa lekukan masam. Sesuatu sedang membebani relung jiwanya yang sepi.
Ada apakah gerangan? bisikku pada sang langit yang menjatuhkan ribuan air, sebagian jatuh menempa tubuhku.
Langkah-langkah kaki gadisku berhenti di depan sebuah Sekolah Menengah Atas. Kuyakin, gadisku ini tengah menangis sekarang, walau sulit membedakan antara air hujan dan air mata. Aku pun mendengarnya terisak.
Lamat-lamat, ia membuatku terkoyak, aku seperti tak berguna untuknya. Akulah payung, warna merah yang sangat disukainya.
Keberadaanku semakin disingkirkan, ketika seorang pria berperawakan jangkung yang sama basahnya datang menghampiri gadisku dan memeluknya dalam satu rengkuhan.
Apakah mereka sama-sama terluka? begitu hatiku membantin. Kini, aku menjadi saksi bisu dua anak manusia yang saling terluka. Barangkali setelah ini langit mendengar bisikan hati kecilku untuk menciptakan pelangi setelah hujan yang panjang menemani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar