source. google |
Dunia selalu bercerita. Ada yang namanya pagi; ketika matahari mulai
menabirkan surya dari ufuk timur. Dan ada juga yang namanya senja;
ketika matahari menggiring warna tuanya kembali dalam dekapan. Helaan
napasku masih sama. Bibir yang terkulum menampakkan senyum yang tak
berubah. Cerita itu pun tetap bergerak di atas alur yang sama. Prolog,
klimaks, akan tetapi akhir ceritanya tak pernah kutemukan.
Udara bergerak yang bertiup di sekitar sama sekali tidak berani
menggangguku, yang sedang berusaha untuk tidak menjangkaumu melalui iris
mata. Kurasa terlalu sulit melakukannya. Rahang tegas itu, eyes smile yang
kau miliki, kulit sawo matang, badan ideal, pun potongan rambut belah
pinggir. Sama sekali tidak pernah terpikir, jika bayanganmu hanya
menjadi semu di sini. Di dalam hatiku. Tak pernah kurengkuh, tak pernah
kugapai, dan tak pernah kuamati begitu dekat. Bak menggenggam angin
untuk sekedar memilikimu selama ini.
Seandainya. Rasa ini tak pernah ada. Sedikit banyak hal yang pasti
tidak akan terjadi di masa ini. Kekaguman itu tak akan pernah tumbuh.
Luka itu pun tidak akan pernah hadir. Juga, mungkin keegoisan itu tak
akan pernah menggerogoti sebuah tali silaturahmi. Ketika semua hanya
tersisa dalam berandai-andai. Memimpikan tersenyum bersama dalam ikatan
pertemanan pun percuma. Maaf, aku yang menghancurkannya.